RSS
Write some words about you and your blog here

Visit Batam 2010 dalam Perspektif Rekayasa Ekonomi



Kota Batam selama ini telah tumbuh dan berkembang dalam tiga pilar utama investasi yakni industri, perdagangan dan periwisata. Model (I-ITT: Investment in Industry, Trade and Tourism) di Kota metropol ini dilaksanakan secara terintegrasi, komprehensif dan berkelanjutan (sustainable development). Pengembangan kepariwisataan Batam telah masuk dalam agenda bersama (joint actions-roadmap) kerjasama serantau (regional economic cooperation) baik dalam rangka kerjasama IMS-GT (Indonesia-Malaisia-Singapore Economic Growth Triangle) 1990, Kerjasama Ekonomi SIJORI (Singapore Johor Riau) 1992 maupun yang terakhir tahun 2006 malalui “Fremework Agreement on the Economic Growth Triangle in the Islands of Batam, Bintan and karimun, Province of Kepulauan Riau”.

Dimensi keparawisataan sudah masuk dalam sekenario pembanguna semenjak tahun 1978. Kedudukan Batam sebagai kota pantai (coastal city) dengan status Kewawasan Berikat (bonded-zone) diperkuat sebagai “transit point” alih kapal dan pusat distribusi logistik (transshipment center and logistic base) berkelorasi positif dengan arahan kebijakan kepariwisataan baik pergerakan orang (leisure-business tourism), uang (capital flow-outflow) dari barang (exported-imported products). Oleh karenanya pengembangan kepariwisataan harus masuk dalam parameter potensi dan efektifitas ekonomi pasar lokal yang berpotensi ekspor untuk masuk ke pasar globa. Efisiensi ekonomi Kota membuka berkembangnya destinasi wisata yang efektif. pengembangan kepariwisataan juga saling berkorelasi dan berimplikasi pada sektor perdagangan. Kedudukan Batam sebagai sentra perdagangan serantau (regional trading entrepot) merangsang orang untuk berbisnis dan berwisata.

Dari sisi geo-ekonomi perbatasan, kebijakan spesial ekonomi pembangunan secara makro sangat berkaitan dengan pengembangan pariwisata. didukung kebijakan perdagangan industri berbasis ekspor (export-led industrialization) didukung kebijakan perdagangan yang berakses international, tentunya diperkuat dengan kebijakan dibidang kepariwisataan. Penerapan Batam sebagai sentra utama FTZ (UU.No.44 2007 dan PP.No.46/2007) juga memprioritaskan sektor pariwisata sebagai salah satu fungsi utama kawasan (FTZ). Selanjutnya revitalisasi strategi ekonomi di era FTZ juga berlaku untuk optimilisasi sektor pariwisataan melalui :

1. Peningkatan investasi pemerintah dibidang infrastruktur pendukung
2. Perluasan investasi swasta dalam bidang fasilitas kepariwisataan
3. membangun koridor keamanan dan kenyamanan berinvestasi dan termasuk di kawasan destinasi wisata
4. melalukan promosi masal dan revisi strategi penganggaran untuk pendukung promosi tersebut
5. Bekerjasama dengan negara sahabat melalui kedutaan Besar dan Perwakilan Dadang.

apalagi singapura untuk saling memperkuat sektor kepariwisataan melalui berbarai iven promosi dan eksibilisi.

Untuk memperkuat pengembangan wisata sebagai investasi strategis khususnya di Batam, dapat memanfaatkan Forum “ministerial roundtable discussion” yang dilakukan baik oleh JSC (Joint Steering Committee) and JWG (Joint Working Group) tentang pengembangan Batam Bintan Karimun bersama Tim National KEKI (Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia). karena salah satu dari 57 egenda yang dibahas secara bersama-sama (joint actions road map) adalah strategi bersama promosi investasi.

Pengembangan kepariwisataan (Visit Batam 2010) dalam konteks perencanaan ekonomi spesial yang menempatkan posisi strategis sebagai faktor penguat adalah adanya upaya Pemerintah untuk mengeluarkan dana yang cukup untuk pembangunan infrastruktur (big push approach). Interverensi Pemerintah (centralization approach) dalam alokasi budgeting pembangunan infrastruktur di tahap industrilisasi (1970-1999) sangat membantu percepatan pembangunan termasuk di sektor keparawisataan. Hal ini semakin diperkuat oleh Pemerintah Daerah (Batam), ketika berbagai otoritas budgeting telah dilimpah ke Daerah untuk mengelolanya. Termasuk dalam srtategis kebijakan di sektor kepariwisataan mengalami desentralisasi kebijakan peningkatan peran Pemerintah Daerah untuk pembangunan yang berskala serantau atau berjangkauan luas (local goverment in regional development).

Struktur otoritas memberikan peluang bagi daerah melalui RPJM (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang kemudian setiap tahun ditentukan sekala prioritas dalam plafom anggaran dalam APBD. Desentralisasi fiskal dan kebijakan sektoral kususnya dibidang kepariwisataan membuka peluang yang besar bagi daerah berkreasi, pro-aktif untuk berinofasi sesuai dengan kondisi Daerah, potensi ekonomi dan aspirasi masyarakat. Pembangunan lokal dengan penguatan pembangunan nasional khususnya dibidang kapariwisataan harus pula disusun dengan cara pandang yang sama dan bersama-sama (shared vision). Apalagi dalam konteks NKRI, (”Daerah kan adalah Daerah Pusat, dan Pusat juga adalah Pusatnya Daerah”).

sumber: www.skyscrapercity.com

0 komentar:

Posting Komentar

coment dsini !!!